Kimia Kebahagiaan Al-Ghazali: Pemeriksaan Diri dan Dzikir Kepada Allah (6)

REPUBLIKA.CO.ID, Tingkatan kedua dzikrullah adalah dzikir “golongan kanan” (Ashabul Yamin). Orang-orang ini sadar bahwa Allah mengetahui segala sesuatu tentang mereka dan merasa malu dalam kehadiran-Nya.

Meskipun demikian, mereka tidak larut dalam pikiran tentang keagungan-keagungan-Nya, melainkan tetap sepenuhnya sadar diri. Keadaan mereka seperti seseorang yang tiba-tiba terperangah di dalam keadaan telanjang dan dengan terburu-buru menutupi dirinya.

Kelompok tingkatan pertama tadi menyerupai seseorang yang tiba-tiba mendapati dirinya di hadapan seorang raja dan merasa bingung serta kaget. Kelompok tingkatan kedua menyelidiki dengan teliti semua hal yang terlintas dalam pikiran mereka, karena pada hari akhir tiga pertanyaan akan ditanyakan berkenaan dengan setiap tindakan: Kenapa engkau melakukannya? Bagaimana kamu melakukannya? Apa tujuanmu melakukannya?

Yang pertama ditanyakan karena seorang semestinya bertindak berdasarkan dorongan (impuls) Ilahiah dan bukan dorongan setan atau badaniah belaka. Jika pertanyaan ini dijawab dengan baik, maka pertanyaan kedua akan menguji tentang bagaimana pekerjaan itu dilakukan secara bijaksana atau ceroboh dan lalai.

Dan yang ketiga, pekerjaan itu dilakukan hanya demi mencari ridha Tuhan ataukah demi memperoleh pujian manusia. Jika seseorang memahami arti pertanyaan-pertanyaan ini, ia akan menjadi sangat awas terhadap keadaan hatinya dan terhadap bagaimana ia berpikiran sebelum akhirnya bertindak.

Memperbedakan pikiran-pikiran itu adalah hal yang sulit dan musykil dan orang yang tidak mampu melakukannya mesti mengaitkan dirinya pada seorang pengarah rohani yang bisa menerangi hatinya. Ia mesti benar-benar menghindar dari orang-orang terpelajar yang sepenuhnya bersikap duniawi. Mereka itu agen setan.

Allah berfirman kepada Daud AS. “Wahai Daud, jangan bertanya tentang orang-orang terpelajar yang teracuni oleh cinta dunia, karena ia akan merampok kecintaan-Ku darimu.”

Dan Nabi saw bersabda, “Allah mencintai orang yang cermat dalam meneliti soal-soal yang meragukan dan yang tidak membiarkan akalnya dikuasai oleh nafsunya.”

Nalar dan pembedaan berkaitan erat, dan orang yang di dalam dirinya nalar tidak mengendalikan nafsu tidak akan cermat melakukan penyelidikan.

Sumber: Kimyatusy Sya’adah (The Alchemy of Happiness) Al-Ghazali, terjemahan Haidar Bagir